Jumat, 01 Maret 2013

makalah tentang keseragaman


MAKALAH
Manusia, Keragaman, dan Kesederajatan”

 









Disusun oleh :

                                          Afif Raharjo                             H0512003
                                          Ahmad Zainuri                        H0512005
                                          Andi Cahyono                         H0512011
                                          Annisa Ulfa A                          H0512018
                                          Azari Dipo Pratama               H0512025
                                          Dina Noviana                          H0512041




FAKULTAS PERTANIAN
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2012
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar yang diberikan oleh dosen pengajar. Dalam makalah ini, penulis membahas tentang manusia, keragaman, dan kesederajatan, dengan pertimbangan materi di atas merupakan bahan pembelajaran sehingga dapat membantu untuk lebih memahami materi mata kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar. Dalam pembuatan makalah ini Penulis menyadari adanya berbagai kekurangan baik dalam isi materi maupun penyusunan kalimat namun demikian perbaikan merupakan hal berlanjut sehingga kritik dan saran untuk penyempurnaan makalah ini sangat penulis harapkan.
Akhirnya penulis menyampaikan terimakasih kepada Bapak Widiyanto, SP, Msi yang telah membimbing kami dalam pengerjaan tugas ini dan teman-teman sekalian.














PENDAHULUAN
Manusia dalam kehidupan sehari-hari selalu berkaitan dengan konsep kesetaraan dan keragaman. Konsep kesetaraan (equity) bisa dikaji dengan pendekatan formal dan pendekatan substantif. Pada pendekatan formal kita mengkaji kesetaraan berdasarkan peraturan-peraturan yang berlaku, baik berupa undang-undang, maupuin norma, sedangkan pendekatan substantif mengkaji konsep kesetaraan berdasarkan keluaran / output, maupun proses terjadinya kesetaraan.
Konsep kesetaraan biasanya dihubungkan dengan gender, status, hirarki sosial, dan berbagai hal lainnya yang mencirikan perbedaan-perbedaan serta persamaan-persamaan. Sedangkan konsep keragaman merupakan hal yang wajar terjadi pada kehidupan dan kebudayaan umat manusia. Kalau kita perhatikan lebih cermat, kebudayaan Barat dan Timur mempunyai landasan dasar yang bertolak belakang. Kalau di Barat budayanya bersifat antroposentris (berpusat pada manusia) sedangkan Timur, yang diwakili oleh budaya India, Cina dan Islam, menunjukkan ciri teosentris (berpusat pada Tuhan.
Dengan demikian konsep-konsep yang lahir dari Barat seperti demokrasi, mengandung elemen dasar serba manusia, manusia-lah yang menjadi pusat perhatiannya. Sedangkan Timur mendasarkan segala aturan hidup, seperti juga konsep kesetaraan dan keberagaman, berdasarkan apa yang diatur oleh Tuhan melalui ajaran-ajarannya
Penilaian atas realisasi kesetaraan dan keragaman pada umat manusia, khususnya pada suatu masyarakat, dapat dikaji dari unsur-unsur universal kebudayaan pada berbagai periodisasi kehidupan masyarakat.











PEMBAHASAN

Bicara masalah keberagaman yang ada di bangsa ini, sering seseorang terlibat masalah dengan orang lain yg awalnya hanya bersifat antar individu. Namun mereka lebih cenderung membawa masalah pribadi ini ke tingkat yang sangat serius yaitu sampai membawa nama suku mereka masing-masing, sehingga orang yang merasa menjadi anggota suku tersebut akan merasa punya kewajiban untuk membela nama suku mereka masing-masing. Tidak hanya mengatasnamakan suku tapi juga etnis, ras, agama dan faktor-faktor lain yg cenderung berbeda. Parahnya mereka kurang memahami bagaimana cara hidup dalam keberagaman.
Salah satu Konflik yang murni konflik etnis adalah konflik antara Melayu sambas dan Madura pada tahun 1999 . Peristiwa ini dipicu oleh peristiwa pada tanggal 17 Januari 1999. Menurut versi etnis Melayu konflik yang berawal dengan tertangkapnya seorang etnis Madura yang di duga hendak mencuri di rumah seorang warga. Tersangka pencuri ini kemudian ditangkap dan dipukuli oleh warga. Sementara menurut versi etnis Madura, tidak ada orang Madura yang mau mencuri. Yang terjadi adalah 3 orang pemuda Madura yang dalam keadaan mabuk berat kemudian diturunkan oleh tukang ojek di Parit Setia. Kemudian menggedor pintu rumah warga dan berbicara kasar kepada pemilik rumah. Sewaktu orang-orang ini membuka bajunya dalam di mereka mengeluarkan clurit. Karena ketakutan warga lalu berteriak maling. Seorang diantara mereka tertangkap dan dihajar masa sementara yang lainnya berhasil meloloskan diri.
Bagaimanapun versi kejadian. Pada tanggal 19 Januari 1999, pecah konflik antara etnis Melayu Sambas dan etnis Madura. Saat itu 200 orang Madura menyerang Desa Parit Setia setelah usai sholat Ied. Akibatnya 3 orang etnis Melayu tewas. Peristiwa ini menimbulkan kemarahan luar biasa di kalangan warga Melayu. Dan akhirnya menimbulkan gelombang serangan balasan terhadap pemukiman Madura di daerah-daerah lain.
Akibatnya secara keseluruhan usai Konflik 1999, data resmi menunjukan bahwa konflik ini menyebabkan 401 jiwa meninggal dunia dan pengungsian 58.544 orang Madura dari Kab. Sambas. Sampai saat ini Konflik ini diselesaikan pemerintah dengan cara memindahkan etnis Madura dari wilayah Kab. Sambas ke Kotamadya Pontianak dan Kota Singkawang.
Kondisi ini menyebabkan hingga saat Paper ini ditulis, etnis Madura belum bisa kembali ke daerah asalnya di Sambas. Ini disebabkan terjadinya penolakan keras dari warga etnis Melayu di Sambas bila warga Madura hendak kembali. Meski tidak resmi terdapat batas wilayah perbatasan yang boleh dilewati oleh orang Madura ke Sambas, mereka tidak pernah bisa memasukinya. Ada beberapa versi dari warga Sambas tentang wilayah terakhir yang boleh dimasuki. Bagi sebagian versi batas terakhir adalah di batas wilayah administratif pemerintahan kota Singkawang dengan Kabupaten Sambas. Namun versi lain menyebutkan batas terakhir adalah di Sungai Selakau.
Dalam beberapa kali kejadian beberapa warga Madura pernah mencoba memasuki Sambas. Namun mereka tidak pernah kembali dengan selamat. Meskipun beberapa diantaranya dikawal oleh aparat keamanan (TNI).



REFLEKSI DIRI
Sebenarnya masalah seperti ini tidak perlu sampai melibatkan nama etnis. Karena jika warga masing-masing bijak dan berpikir jernih dalam menanggapi masalah yang seperti ini, maka mereka akan dengan sigap mencari tahu akar masalahnya. Lalu, dalam penentuan keputusan akhir tentang masalah seperti ini harus melibatkan kedua belah pihak yang bersangkutan dengan dimediasi suatu lembaga atau pemerintah. Dengan seperti ini mereka akan saling paham sebenarnya apa yang terjadi. Tapi kami memang mengakui bahwa masalah yang menyangkut etnis, suku, agama dan ras sangatlah sensitif. Jadi ketika mereka dipertemukan dalam suatu meja diskusi akan timbul suasana yang panas. Jadi peran pemerintah sebagai mediator sangatlah penting. Namun seperti pada awal pembahas tadi, bahwa masih banyak orang yang belum bisa memahami bagaimana hidup dalam keberagaman. Peran pemerintah dan kesadaran dari masing-masing orang adalah kunci dalam pemecahan masalah yang sensitif seperti ini.

0 komentar:

Posting Komentar