MAKALAH
“Manusia,
Keragaman, dan Kesederajatan”
Disusun oleh :
Afif
Raharjo H0512003
Ahmad
Zainuri H0512005
Andi Cahyono H0512011
Annisa Ulfa A H0512018
Azari
Dipo Pratama H0512025
Dina
Noviana H0512041
FAKULTAS PERTANIAN
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2012
KATA
PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah ini merupakan salah satu tugas
mata kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar yang diberikan oleh dosen pengajar. Dalam
makalah ini, penulis membahas tentang manusia, keragaman, dan kesederajatan, dengan
pertimbangan materi di atas merupakan bahan pembelajaran sehingga dapat
membantu untuk lebih memahami materi mata kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar.
Dalam pembuatan makalah ini Penulis menyadari adanya berbagai kekurangan baik
dalam isi materi maupun penyusunan kalimat namun demikian perbaikan merupakan
hal berlanjut sehingga kritik dan saran untuk penyempurnaan makalah ini sangat
penulis harapkan.
Akhirnya penulis menyampaikan
terimakasih kepada Bapak Widiyanto, SP, Msi yang telah membimbing kami dalam
pengerjaan tugas ini dan teman-teman sekalian.
PENDAHULUAN
Manusia
dalam kehidupan sehari-hari selalu berkaitan dengan konsep kesetaraan dan
keragaman. Konsep kesetaraan (equity) bisa dikaji dengan pendekatan
formal dan pendekatan substantif. Pada pendekatan formal kita mengkaji
kesetaraan berdasarkan peraturan-peraturan yang berlaku, baik berupa
undang-undang, maupuin norma, sedangkan pendekatan substantif mengkaji konsep
kesetaraan berdasarkan keluaran / output, maupun proses terjadinya kesetaraan.
Konsep
kesetaraan biasanya dihubungkan dengan gender, status, hirarki sosial, dan
berbagai hal lainnya yang mencirikan perbedaan-perbedaan serta
persamaan-persamaan. Sedangkan konsep keragaman merupakan hal yang wajar
terjadi pada kehidupan dan kebudayaan umat manusia. Kalau kita perhatikan lebih
cermat, kebudayaan Barat dan Timur mempunyai landasan dasar yang bertolak
belakang. Kalau di Barat budayanya bersifat antroposentris (berpusat pada
manusia) sedangkan Timur, yang diwakili oleh budaya India, Cina dan Islam,
menunjukkan ciri teosentris (berpusat pada Tuhan.
Dengan
demikian konsep-konsep yang lahir dari Barat seperti demokrasi, mengandung
elemen dasar serba manusia, manusia-lah yang menjadi pusat perhatiannya.
Sedangkan Timur mendasarkan segala aturan hidup, seperti juga konsep kesetaraan
dan keberagaman, berdasarkan apa yang diatur oleh Tuhan melalui
ajaran-ajarannya
Penilaian atas
realisasi kesetaraan dan keragaman pada umat manusia, khususnya pada suatu
masyarakat, dapat dikaji dari unsur-unsur universal kebudayaan pada berbagai
periodisasi kehidupan masyarakat.
PEMBAHASAN
Bicara masalah keberagaman yang ada di
bangsa ini, sering seseorang terlibat masalah dengan orang lain yg awalnya
hanya bersifat antar individu. Namun mereka lebih cenderung membawa masalah
pribadi ini ke tingkat yang sangat serius yaitu sampai membawa nama suku mereka
masing-masing, sehingga orang yang merasa menjadi anggota suku tersebut akan
merasa punya kewajiban untuk membela nama suku mereka masing-masing. Tidak
hanya mengatasnamakan suku tapi juga etnis, ras, agama dan faktor-faktor lain
yg cenderung berbeda. Parahnya mereka kurang memahami bagaimana cara hidup
dalam keberagaman.
Salah satu
Konflik yang murni konflik etnis adalah konflik antara Melayu sambas dan Madura
pada tahun 1999 . Peristiwa ini dipicu oleh peristiwa pada tanggal 17 Januari
1999. Menurut versi etnis Melayu konflik yang berawal dengan tertangkapnya
seorang etnis Madura yang di duga hendak mencuri di rumah seorang warga.
Tersangka pencuri ini kemudian ditangkap dan dipukuli oleh warga. Sementara
menurut versi etnis Madura, tidak ada orang Madura yang mau mencuri. Yang
terjadi adalah 3 orang pemuda Madura yang dalam keadaan mabuk berat kemudian
diturunkan oleh tukang ojek di Parit Setia. Kemudian menggedor pintu rumah
warga dan berbicara kasar kepada pemilik rumah. Sewaktu orang-orang ini membuka
bajunya dalam di mereka mengeluarkan clurit. Karena ketakutan warga lalu
berteriak maling. Seorang diantara mereka tertangkap dan dihajar masa sementara
yang lainnya berhasil meloloskan diri.
Bagaimanapun
versi kejadian. Pada tanggal 19 Januari 1999, pecah konflik antara etnis Melayu
Sambas dan etnis Madura. Saat itu 200 orang Madura menyerang Desa Parit Setia
setelah usai sholat Ied. Akibatnya 3 orang etnis Melayu tewas. Peristiwa ini
menimbulkan kemarahan luar biasa di kalangan warga Melayu. Dan akhirnya
menimbulkan gelombang serangan balasan terhadap pemukiman Madura di
daerah-daerah lain.
Akibatnya
secara keseluruhan usai Konflik 1999, data resmi menunjukan bahwa konflik ini
menyebabkan 401 jiwa meninggal dunia dan pengungsian 58.544 orang Madura dari
Kab. Sambas.
Sampai saat ini Konflik ini diselesaikan pemerintah
dengan cara memindahkan etnis Madura dari wilayah Kab. Sambas ke Kotamadya
Pontianak dan Kota Singkawang.
Kondisi
ini menyebabkan hingga saat Paper ini ditulis, etnis Madura belum bisa kembali
ke daerah asalnya di Sambas. Ini disebabkan terjadinya penolakan keras dari
warga etnis Melayu di Sambas bila warga Madura hendak kembali. Meski tidak
resmi terdapat batas wilayah perbatasan yang boleh dilewati oleh orang Madura
ke Sambas, mereka tidak pernah bisa memasukinya. Ada beberapa versi dari warga
Sambas tentang wilayah terakhir yang boleh dimasuki. Bagi sebagian versi batas
terakhir adalah di batas wilayah administratif pemerintahan kota Singkawang
dengan Kabupaten Sambas. Namun versi lain menyebutkan batas terakhir adalah di
Sungai Selakau.
Dalam
beberapa kali kejadian beberapa warga Madura pernah mencoba memasuki Sambas.
Namun mereka tidak pernah kembali dengan selamat. Meskipun beberapa diantaranya
dikawal oleh aparat keamanan (TNI).
REFLEKSI DIRI
Sebenarnya masalah seperti ini tidak perlu
sampai melibatkan nama etnis. Karena jika warga masing-masing bijak dan
berpikir jernih dalam menanggapi masalah yang seperti ini, maka mereka akan
dengan sigap mencari tahu akar masalahnya. Lalu, dalam penentuan keputusan
akhir tentang masalah seperti ini harus melibatkan kedua belah pihak yang
bersangkutan dengan dimediasi suatu lembaga atau pemerintah. Dengan seperti ini
mereka akan saling paham sebenarnya apa yang terjadi. Tapi kami memang mengakui
bahwa masalah yang menyangkut etnis, suku, agama dan ras sangatlah sensitif.
Jadi ketika mereka dipertemukan dalam suatu meja diskusi akan timbul suasana
yang panas. Jadi peran pemerintah sebagai mediator sangatlah penting. Namun
seperti pada awal pembahas tadi, bahwa masih banyak orang yang belum bisa
memahami bagaimana hidup dalam keberagaman. Peran pemerintah dan kesadaran dari
masing-masing orang adalah kunci dalam pemecahan masalah yang sensitif seperti
ini.
0 komentar:
Posting Komentar